KAB. BOGOR, Rabu (8/2/2023) – Maraknya kasus kekerasan kepada perempuan dan anak di Indonesia menjadi catatan penting bagi pemerintah. Sejak masa pandemi Covid-19 tahun 2020 kasus kekerasan di Indonesia meningkat. Kebanyakan korban dari kalangan perempuan dan anak-anak, salah satunya adalah kasus perdagangan manusia (human trafficking). Banyak dari kalangan pemerhati perempuan, politisi, akademisi, DPR, IPB (Pusat Kajian Gender dan Anak) dan aktivis perempuan mengharuskan adanya lembaga perlindungan perempuan dan anak. Maka pada tahun 2008 didirikanlah Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Wanoja Mitandang di Kabupaten Bogor.
Euis Kurniasih selaku Ketua P2TP2A menyebutkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kab. Bogor pada 2020 ada 114 kasus, 2021 ada 100 kasus, dan pada 2022 hingga Juni ada 84 kasus. Salah satunya yang baru saja terjadi menimpa kalangan remaja yang menjadi korban melalui perkenalan di Facebook dan sampai tiga bulan sejak kejadian korban belum ditemukan. Orang tua korban telah menempuh banyak cara untuk menemukan anaknya, salah satunya dengan meminta bantuan kepada P2TP2A.
Kasus yang paling sering menjadi penanganan P2TP2A adalah kekerasan seksual kepada perempuan dan anak seperti pelecehan dan pemerkosaan. Bila hanya kasus catcalling atau pelecehan berupa siulan menggoda atau bodyshaming dan kekerasan verbal P2TP2A jarang mendapat pengaduan. Apalagi sekarang pelayanan sudah banyak yang membantu atau memfasilitasi pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak (UPTD PPA), polres, LSM, dan masyarakat peduli lainnya. Namun selain seringkali masyarakat dibingungkan dengan banyaknya lembaga pelayanan perempuan dan anak, fungsi dan posisi P2TP2A juga semakin berkurang di masyarakat dengan kehadiran lembaga-lembaga tersebut. Untungnya P2TP2A di Kab. Bogor masih “ada” sesuai dengan Perbub 67 Tahun 2021.
Karena itu Gerakan Cerdas Komunikasi Indonesia (GCKI) bekerja sama dengan P2TP2A bukan hanya mengimbau, tapi juga mendukung penuh dengan memberikan edukasi, konsultasi, dan advokasi kepada masyarakat yang memiliki kasus kekerasan, baik dalam rumah tangga maupun publik. Khususnya kepada para orang tua agar lebih ekstra memperhatikan pola komunikasi antaranggota keluarga. Karena, menurut penelitian Ellys Lestari Pambayun yang juga sebagai Ketua GCKI, kebanyakan kasus kekerasan terjadi di ruang privat atau keluarga. Hal itu bermula dari kurangnya kemampuan cara bicara atau komunikasi berbasis emosional dan spiritual di keluarga sehingga kebiasaan berbicara kasar dan kotor menjadi makanan sehari-hari yang sering kali bisa memicu kekerasan fisik yang berkepanjangan sampai masuk ke ranah hukum.
GCKI dalam melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah melalui “cerdas komunikasi dengan pendekatan emosional dan spiritual”. Pelaksanaan hal tersebut dilakukan sejak Selasa, 7 Februari 2023, bersama Tim Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Prodi Komunikasi Penyiaran Islam Institut PTIQ Jakarta. Kegiatan ini disadari Tim PPL sebagai suatu khidmah atau pengabdian kepada masyarakat, selain untuk mengamalkan ilmu dan pengetahuan, juga dalam rangka berdakwah, khususnya untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Surah An-Nisa’ (40) Ayat 34 yang intinya bahwa perempuan itu wajib dilindungi laki-laki sebagai makhluk Allah yang sederajat.