KOMUNIKASI EMPATI adalah suatu bentuk komunikasi yang melibatkan kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan apa yang dialami oleh orang lain, baik secara emosional maupun intelektual. Dalam komunikasi empati seseorang tidak hanya mendengarkan kata-kata yang diucapkan, tetapi juga berusaha memahami perasaan, pikiran, dan sudut pandang lawan bicaranya.
Ciri-ciri komunikasi empati:
• Mendengarkan aktif: -memberikan perhatian penuh kepada lawan bicara, tidak menyela, dan berusaha memahami pesan yang disampaikan.
• Menunjukkan pemahaman: -mengungkapkan kembali apa yang dipahami dari ucapan lawan bicara dengan kata-kata sendiri untuk memastikan pemahaman yang benar.
• Menghargai perasaan: -menghargai dan mengakui perasaan lawan bicara, meskipun tidak selalu setuju dengan pendapatnya.
• Menghindari penilaian: -tidak menghakimi atau memberikan penilaian terhadap lawan bicara.
• Menawarkan dukungan: -memberikan dukungan dan dorongan kepada lawan bicara.
Contoh komunikasi empati:
• "Saya mengerti kamu sedang merasa sedih. Apakah ada yang bisa saya bantu?"
• "Saya bisa merasakan betapa frustrasinya kamu. Ceritakan lebih banyak tentang apa yang terjadi."
• "Saya menghargai pendapatmu, meskipun saya tidak sepenuhnya setuju."
• "Saya di sini untuk mendengarkan jika kamu ingin bercerita."
Komunikasi empati merupakan keterampilan penting yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Dengan berlatih komunikasi empati, kita dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain, meningkatkan pemahaman, dan mengurangi konflik.
*TEORI KOMUNIKASI PANCASILA adalah kerangka konseptual yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dalam praktik komunikasi di Indonesia. Setiap sila dalam Pancasila memiliki implikasi tersendiri dalam konteks komunikasi.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa:
o Komunikasi yang berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan, seperti kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
o Menghindari penyebaran informasi yang menyesatkan, fitnah, atau ujaran kebencian yang dapat memecah belah masyarakat.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:
o Komunikasi yang menghargai harkat dan martabat manusia.
o Menghindari komunikasi yang diskriminatif, merendahkan, atau melanggar hak asasi manusia.
3. Persatuan Indonesia:
o Komunikasi yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
o Menghindari komunikasi yang memecah belah, memprovokasi konflik, atau menyebarkan berita bohong yang dapat mengganggu stabilitas nasional.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan:
o Komunikasi yang demokratis, partisipatif, dan menjunjung tinggi musyawarah untuk mencapai mufakat.
o Menghindari komunikasi yang otoriter, tidak transparan, atau mengabaikan aspirasi masyarakat.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia:
o Komunikasi yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
o Menghindari komunikasi yang timpang, mengutamakan kepentingan kelompok tertentu, atau mengeksploitasi masyarakat.
Referensi : "Teori Komunikasi dalam Lima Sila: Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa" karya Ellys Lestari Pambayun
Dapatkan buku ini sekarang dan jadikan Pancasila sebagai panduan dalam berkomunikasi untuk Indonesia yang lebih baik! Untuk dapatkan bukunya bisa DM admin langsung ya.
*TEORI KOMUNIKASI GENDER dalam Al-Quran menekankan pada kesetaraan dan keadilan dalam berkomunikasi antara laki-laki dan perempuan. Meskipun Al-Quran mengakui adanya perbedaan biologis dan peran sosial antara keduanya, tidak ada diskriminasi dalam hak untuk berkomunikasi dan menyampaikan pendapat.
Beberapa prinsip kunci teori komunikasi gender dalam Al-Quran antara lain sebagai berikut.
1. Kesetaraan dalam Berkomunikasi: Al-Quran menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk berbicara, menyampaikan pendapat, dan didengarkan. Tidak ada satu jenis kelamin yang lebih superior dalam hal komunikasi.
2. Qaulan Sadida (Ucapan yang Benar): Al-Quran mendorong penggunaan bahasa yang baik, benar, dan sopan dalam berkomunikasi, terlepas dari jenis kelamin. Ucapan yang baik dapat membangun hubungan yang harmonis dan menghindari konflik.
3. Qaulan Ma'rufa (Ucapan yang Pantas): Al-Quran menganjurkan untuk berbicara dengan cara yang pantas, sesuai dengan konteks dan situasi. Ini berarti menggunakan bahasa yang tidak menyinggung, merendahkan, atau menyakiti perasaan orang lain.
4. Qaulan Baligha (Ucapan yang Efektif): Al-Quran menekankan pentingnya komunikasi yang efektif, yaitu menyampaikan pesan dengan jelas, tepat sasaran, dan mudah dipahami oleh lawan bicara.
5. Qaulan Karima (Ucapan yang Mulia): Al-Quran mengajarkan untuk berbicara dengan penuh hormat, kasih sayang, dan kebijaksanaan. Ucapan yang mulia dapat menciptakan suasana yang positif dan membangun hubungan yang baik.
6. Menghindari Ghibah (Bergunjing): Al-Quran melarang bergunjing atau membicarakan keburukan orang lain di belakang mereka. Ini berlaku untuk laki-laki maupun perempuan, karena dapat merusak hubungan dan menimbulkan permusuhan.
7. Menghindari Fitnah (Menuduh Tanpa Bukti): Al-Quran melarang menuduh seseorang tanpa bukti yang jelas. Fitnah dapat merusak reputasi dan menimbulkan ketidakadilan.
Buku yang dapat dijadikan sebagai referensi : “Komunikasi Gender: Perspektif Islam” oleh Dr. Ellys Lestari Pambayun, M.Si.
(Hubungi admin)


One thought on “Komunikasi Empati, Pancasilais, dan Ramah Gender”